Belajar Sejati
Di dalam surat al-kahfi ayat sebelum terakhir terdapat sebuah
kesimpulan yang menarik setelah cerita nabi musa tentang ilmu yang cukup
panjang. Katakanlah: "Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)". Dan ayat tersebut, memberikan sebuah pemahaman yang
begitu indah. Bahwa ilmu Allah begitu luas, maka long life learning dan prinsip
keterbukaan untuk senantiasa menerima ilmu dari siapa pun. Inilah keindahan
akhlak yang sejati, sebuah bukti sedehana dari kebijaksanaan ilmu yang telah
dimiliki.
Namun kini paham materialisme telah merusak sisi kebaikan
manusia yang sebenarnya adalah potensi yang Allah berikan. Seolah-olah kita
mematikan kecenderungan manusia untuk berbuat baik. Karena semuanya hanya
diukur oleh uang. Padahal Allah telah menjanjikan bahwa sebaik-baik bekal
adalah taqwa. Dan taqwa ini adalah ukuran nilai yang sangat jauh hubungannya
dengan material. Kemuliaan yang ditawarkan bukan hal yang remeh, tetapi tentang
nilai dari pribadi tersebut. Bukan saja apa yang ditampilkan dari sisi luarnya,
tetapi Allah mampu melihat apa yang ada di dalam hati kita.
Dan dampaknya, belajar atau proses menuntut ilmu hanya sebatas
kurikulum atau SKS saja. Karena seolah-olah semunya harus siperhitungkan dengan
matang. Maka jarang sekali jika pembelajaran di luar kelas membuktikaan makna pendidikan
dan tentang proses pembelajaran yang sesungguhnya. Dengan keutamaan yang begitu
banyak terhadap sebai seornag pecinta ilmu, maka menjadikan aktivitas diri kita
untuk menjadi bagian dari hidupnya adalah sebuah kenikmatan tersendiri.
Puncak dari seorang yang berilmu bukan saja tentang karyanya
yang luar biasa. Tetapi juga ketawadhu’annya yang semakin meninggi. Semakin
merasa kurangnya amal sholeh dan tetap rakus dalam menuntut ilmu walaupun dalam
kondisi kenyang sekalipun. Karena dengan semakin banyak ilmu kita, maka akan
semakin luas ruang sampel kita untuk berintuitif terhadap fenomena-fenomena
yang ada disekitar kita. Sehingga solusi dari sekian masalah yang ada akan
terselesaikan dengan kapasitas keilmuan dan kebijaksanaan berfikir orang yang
berilmu.
Indonesia adalah negara yang masih jauh dari kata menghargai
ilmuwan. Biaya riset yang tidak lebih besar dari anggaran perayaan-perayaan
awal tahun atau hari besar tertentu yang mengundang artis dengan bayarannya.
Adalah sebuah model pembelajaran yang mengajarkan bahwa ilmu pengetahuan belum
menjadi role model dari masyarakat di indonesia pada umumnya. Hanya sebagian lapisan
masyrakat yang mendidik keluarganya dengan esensi sebuah ilmu.
Tentu bukanlah sebuah pekerjaan mudah untuk merubah budaya
suatu bangsa. Tetapi dengan perjuangan dan kesabaran akan muncul sebuah
kemenangan yang sesungguhnya. Kemenangan dari penjajahan kebodohan, kemenangan
dari penjajahan penghambaan kepada manusia. Maka ilmu adalah jawaban dari
sebuah peradaban, ilmu akan melahirkan manusia yang berkarakter. Dan karakter
yang membudaya akan melahirkan bangsa yang siap menjadi pemenang di masa depan.
Dan kini tantangan terhadap bagaimana mengolah bonus demografi, yaitu dengan
ilmu dan karakter yang membudaya.
Tetap belajar dan tetap berbuat baik... Minimalnya kita bisa melakukan yang terbaik untuk diri sendiri dan untuk lingkungan sekitar kita :)
BalasHapus