Searching...
Kamis, 03 Maret 2016

Belajar Sejati



 Belajar Sejati
 

Di dalam surat al-kahfi ayat sebelum terakhir terdapat sebuah kesimpulan yang menarik setelah cerita nabi musa tentang ilmu yang cukup panjang. Katakanlah: "Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)". Dan ayat tersebut, memberikan sebuah pemahaman yang begitu indah. Bahwa ilmu Allah begitu luas, maka long life learning dan prinsip keterbukaan untuk senantiasa menerima ilmu dari siapa pun. Inilah keindahan akhlak yang sejati, sebuah bukti sedehana dari kebijaksanaan ilmu yang telah dimiliki.
Namun kini paham materialisme telah merusak sisi kebaikan manusia yang sebenarnya adalah potensi yang Allah berikan. Seolah-olah kita mematikan kecenderungan manusia untuk berbuat baik. Karena semuanya hanya diukur oleh uang. Padahal Allah telah menjanjikan bahwa sebaik-baik bekal adalah taqwa. Dan taqwa ini adalah ukuran nilai yang sangat jauh hubungannya dengan material. Kemuliaan yang ditawarkan bukan hal yang remeh, tetapi tentang nilai dari pribadi tersebut. Bukan saja apa yang ditampilkan dari sisi luarnya, tetapi Allah mampu melihat apa yang ada di dalam hati kita.
Dan dampaknya, belajar atau proses menuntut ilmu hanya sebatas kurikulum atau SKS saja. Karena seolah-olah semunya harus siperhitungkan dengan matang. Maka jarang sekali jika pembelajaran di luar kelas membuktikaan makna pendidikan dan tentang proses pembelajaran yang sesungguhnya. Dengan keutamaan yang begitu banyak terhadap sebai seornag pecinta ilmu, maka menjadikan aktivitas diri kita untuk menjadi bagian dari hidupnya adalah sebuah kenikmatan tersendiri.
Puncak dari seorang yang berilmu bukan saja tentang karyanya yang luar biasa. Tetapi juga ketawadhu’annya yang semakin meninggi. Semakin merasa kurangnya amal sholeh dan tetap rakus dalam menuntut ilmu walaupun dalam kondisi kenyang sekalipun. Karena dengan semakin banyak ilmu kita, maka akan semakin luas ruang sampel kita untuk berintuitif terhadap fenomena-fenomena yang ada disekitar kita. Sehingga solusi dari sekian masalah yang ada akan terselesaikan dengan kapasitas keilmuan dan kebijaksanaan berfikir orang yang berilmu.
Indonesia adalah negara yang masih jauh dari kata menghargai ilmuwan. Biaya riset yang tidak lebih besar dari anggaran perayaan-perayaan awal tahun atau hari besar tertentu yang mengundang artis dengan bayarannya. Adalah sebuah model pembelajaran yang mengajarkan bahwa ilmu pengetahuan belum menjadi role model dari masyarakat di indonesia pada umumnya. Hanya sebagian lapisan masyrakat yang mendidik keluarganya dengan esensi sebuah ilmu.
Tentu bukanlah sebuah pekerjaan mudah untuk merubah budaya suatu bangsa. Tetapi dengan perjuangan dan kesabaran akan muncul sebuah kemenangan yang sesungguhnya. Kemenangan dari penjajahan kebodohan, kemenangan dari penjajahan penghambaan kepada manusia. Maka ilmu adalah jawaban dari sebuah peradaban, ilmu akan melahirkan manusia yang berkarakter. Dan karakter yang membudaya akan melahirkan bangsa yang siap menjadi pemenang di masa depan. Dan kini tantangan terhadap bagaimana mengolah bonus demografi, yaitu dengan ilmu dan karakter yang membudaya.

1 komentar:

  1. Tetap belajar dan tetap berbuat baik... Minimalnya kita bisa melakukan yang terbaik untuk diri sendiri dan untuk lingkungan sekitar kita :)

    BalasHapus

 
Back to top!